HIM

11:39:00 pm

Kiara tidak tahu siapa Daniel. Meskipun mereka bersekolah di tempat yang sama, Kiara pikir mereka belum pernah berpapasan. Seakan-akan mereka berdua hidup di dua sisi dunia yang berbeda. Kiara dapat menjamin bahwa dia benar-benar tidak mengenalnya, begitu pula dengan pemuda itu.

Kiara belum pernah mendengar apapun tentang Daniel sampai hari itu. Satu hari sebelum hari Valentine.

Musim dingin hampir berakhir. Saat itu suhu masih berada beberapa derajat di bawah nol, namun hari itu benar-benar hari yang kacau.

Para murid pulang lebih awal. Berbondong-bondong kembali ke rumah masing-masing. Beberapa yang tidak ingin repot, memilih untuk membeli cokelat di toko-toko kue. Sedangkan yang lainnya memilih untuk membuatnya sendiri. Beberapa diantara mereka bahkan baru mencobanya untuk pertama kali. 

Percobaan pertama untuk cinta pertama.

Bagi seorang gadis berumur enam belas tahun yang baru masuk masa-masa kasmaran, hal tersebut adalah hal yang lumrah terjadi.

Sesuatu yang tidak lumrah adalah apa yang terjadi pada Kiara. Di saat orang lain telah sibuk di rumah mereka masing-masing, gadis itu baru saja keluar dari ruang club. Kedua tangannya baru saja dibersihkan dari sisa-sisa cat ketika dia berhenti pada deretan loker senior.

Loker senior terletak terpisah dari loker kelas satu dan dua. Letaknya berada di paling ujung bangunan. Dekat dengan ruang perpustakaan dan ruang kelas senior. Dikarenakan lokasi yang berbeda, tahun ini pun letak loker kelas dua yang naik menjadi senior kembali diacak.

Loker Kiara tidak lagi berada di sebelah loker Luna, melainkan bersisian dengan orang-orang yang bahkan baru pertama kali gadis itu lihat, meskipun sudah dua tahun lebih memijakkan kaki di sekolah yang sama.

Kiara membuka lokernya. Sebuah obyek yang tersemat di dalam sana mengalihkan perhatiannya. Kiara mengernyit sambil meraih sebuah kotak berpita dengan aksen sederhana. Tidak seperti kotak warna-warni, mengkilap, berbentuk hati dan merah muda, kotak yang kini berada di genggaman Kiara hanyalah sebuah kotak biasa berwarna biru muda.

Gadis itu menoleh ke kiri dan kanan. Berharap tidak sedang masuk ke dalam sebuah hidden camera prank atau semacamnya.

Sejujurnya Kiara tidak begitu penasaran dengan isi dari kotak tersebut. Setelah beberapa lama menimbang-nimbang, pandangan Kiara tertuju pada sebuah loker lain yang berjarak dua loker dari miliknya. Di pintu loker sudah tersematkan berbagai macam bunga hingga cat hijau dari loker tersebut sudah tidak dapat terlihat lagi.

Kiara mendekati loker tersebut. Sedikit berjinjit dan menarik salah satu bunga untuk dapat melihat deretan nama yang tertulis disana.

"Daniel Ansell."

Kiara tidak berniat untuk membuka apalagi menerima kotak biru tersebut. Lagipula satu-satunya yang terpikirkan olehnya adalah membuang kotak tersebut ke tempat sampah.

Tanpa pikir panjang, Kiara membuka loker Daniel lantas menyelipkan kotak biru tadi di antara beberapa kotak lain yang telah mengisi kekosongan di dalam.

Itu adalah pertama kalinya Kiara mengetahui Daniel Ansell.

Sebelumnya, orang di balik nama Daniel Ansell adalah asing yang tidak terjamah radarnya. Namun dikarenakan apa yang Kiara lakukan, nama itu terasa semakin familiar di otaknya. Kiara mulai menyadari bahwa orang-orang secara berkala menjadikan pemuda itu sebagai topik pembicaraan mereka.

Sampai pada akhirnya Kiara juga tahu bahwa pemuda itu adalah pemuda yang selalu dikejar-kejar oleh Lydia; musuh terbesarnya.

***

Pintu minimarket itu terbuka. Dari beberapa orang di dalam sana, hanya sang kasir yang menyadari kehadiran Kiara. Selebihnya sama sekali sibuk dengan urusan mereka masing-masing, termasuk pemuda tersebut.

Kiara mengambil kaleng minuman dingin dan beranjak ke kasir. Setelah membayar belanjaannya, dia melewati pintu masuk dan beralih menuju kearah si pemuda yang duduk pada salah satu kursi. Matanya sibuk memandangi lampu lalu lintas di luar sana.

"Kita bertemu lagi." Kiara menyapa. Dia tersenyum ketika mata mereka bertemu.

Kiara duduk di sebelah Daniel. Dia membuka kaleng minuman dan menyeruput cola-nya perlahan. "Orang-orang berkata bahwa pertemuan pertama dan kedua adalah kebetulan. Tetapi tidak dengan pertemuan ketiga. Pertemuan ketiga adalah sebuah takdir."

Daniel terdiam sesaat. Dia berusaha mencerna maksud dari perkataan Kiara, lantas menyeringai setelahnya. "Lalu?"

"Ini adalah pertemuan ketiga kita. Meskipun aku sama sekali tidak mempercayainya, tetapi apakah ini juga adalah takdir?" Kiara menerawang.

"Bisa jadi." Jawab Daniel.

Ada jeda panjang di antara mereka berdua, setelah suara baritone Daniel meluncur dan mengheningkan suasana. Seperti sebuah bom nuklir yang berhasil membunuh seluruh kehidupan di atmosfer sekeliling mereka. Hingga pada akhirnya ponsel Kiara bergetar.

Daniel menyadari ponsel di atas meja meraung untuk waktu yang cukup lama. "Kau tidak mengangkatnya?"

"Hm?" Kiara mengurungkan niat untuk kembali menegak cola-nya. Gadis itu menoleh kearah Daniel. "Aku sengaja. Akan kuangkat jika dia menelepon lagi." Ucap Kiara santai.

Benar saja. Setelah beberapa saat, ponsel hitam itu kembali bergetar dan memunculkan deretan nama yang serupa. Pada getaran ke empat, Kiara memutuskan untuk mengangkat panggilan tersebut.

"Hm?"

"Kapan kau kembali?"

Kiara mengerutkan dahi. Kaleng cola-nya kembali diletakkan di atas meja. "Haruskah aku memberitahumu?"

"Bagaimana dengan pekerjaanmu?"

"Aku yakin sudah menyelesaikan semuanya sebelum pergi." Tukas Kiara sambil memperhatikan kuku pada jemarinya.

"Bagaimana denganku?"

Kiara menyeringai. "Jika aku jadi dirimu, maka aku tidak akan bertanya hal itu." Ucap Kiara malas. "Jika tidak ada lagi, kututup." Tambahnya langsung meletakkan kembali ponsel tersebut di atas meja. Namun dengan sengaja tidak memutuskan sambungan.

Kiara menoleh kearah Daniel, "Itu bos lamaku. Dia benar-benar mengganggu."

"Kau baru berhenti bekerja?" Daniel mengerutkan dahi. 

"Hm." Kiara mengangguk. "Aku tidak suka dengan bosku. Dia selalu menggangguku." Ucapnya sambil kembali meraih ponsel yang sejak tadi digeletakkan di atas meja lantas diam-diam memutus sambungan telepon. 

Baginya sudah cukup. Dengan sengaja memperdengarkan suara Daniel pada pemuda itu sudah lebih dari cukup untuk Kiara.

"Kupikir kau sedang cuti." Daniel bergumam.

Tidak hanya Daniel yang akan berpikir seperti itu. Seluruh dunia pun akan mengeluarkan pendapat yang serupa. Pasalnya gadis itu lah orang yang menyebarkan kebohongan tersebut. Dia sama sekali tidak pernah mengatakan berhenti dari pekerjaannya, kecuali pada Luna. Lantas kini pada seorang pemuda yang baru beberapa kali ditemuinya, tanpa sengaja.

"Siapa yang memberitahumu? Dean?" Kiara menebak.

Daniel sama sekali tidak berkilah. "Hm." Ucapnya sambil mengangguk. "Dia juga menyuruhku untuk berhati-hati denganmu."

Kiara bersumpah akan membunuh Dean suatu hari nanti.

***


-It was raining that night when I wrote this. I always love the sounds, the smells and the cold of it.
It's Dandelion.

You Might Also Like

0 comments